Jakarta – Perubahan iklim semakin sulit dikendalikan, dengan tanda-tanda kehancurannya semakin nyata. Salah satu contoh mengkhawatirkan adalah kerusakan parah yang terjadi di Great Barrier Reef, Australia. Lebih dari 40% karang di wilayah ini dilaporkan mati akibat pemutihan massal dan penyakit yang menyerang ekosistem laut.
Awal tahun 2024, sebuah penelitian besar-besaran dilakukan untuk melacak kondisi 462 koloni karang di Pulau One Tree, bagian selatan Great Barrier Reef. Hasilnya cukup mencengangkan. Pada Juli, 92 koloni karang berhasil bertahan dari proses pemutihan. Namun, saat penelitian berakhir, 193 karang ditemukan mati, sementara 113 lainnya memutih akibat stres panas.
Great Barrier Reef, yang dikenal sebagai gugusan karang terbesar di dunia, terletak di perairan Timur Laut Australia dan memiliki hubungan ekologi yang signifikan hingga ke wilayah tenggara Indonesia. Sayangnya, tekanan panas ekstrem akibat perubahan iklim mengancam keberlanjutan ekosistem ini.
Maria Byrne, ahli biologi kelautan dari Universitas Sydney, menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi tersebut. “Saya berubah dari sedih menjadi sangat cemas. Kami telah mencoba menyampaikan pesan tentang perubahan iklim selama berabad-abad,” ujarnya, dikutip dari The Guardian pada Jumat (24/1/2025).
Pemutihan yang Berujung Bencana
Tim peneliti yang dipimpin Byrne memanfaatkan data suhu, rekaman video, dan pengamatan langsung untuk memantau 12 jenis karang. Mereka menemukan beberapa genus karang, seperti Goniopora, mengalami pemutihan parah hingga terinfeksi penyakit “pita hitam” yang memakan jaringan karang.
“Meski karang dapat pulih dari pemutihan ringan ketika suhu air kembali normal, apa yang kami saksikan di One Tree Reef membawa konsekuensi bencana,” tulis tim peneliti dalam laporan mereka.
Risiko Pemutihan Beruntun
Menurut Richard Leck, Kepala Bidang Kelautan WWF Australia, tekanan panas yang intens selama musim panas, terutama di wilayah utara Australia, meningkatkan risiko pemutihan berturut-turut. “Terumbu karang kini berada di bawah tekanan besar akibat perubahan iklim, dan statusnya sebagai warisan dunia menghadapi ancaman yang semakin nyata,” jelas Leck.
Pemerintah Australia pun mengambil langkah serius dengan meminta laporan dari Unesco tentang kondisi terumbu karang, yang akan dipublikasikan pada Februari mendatang. Leck menambahkan, “Gambaran akurat tentang kesehatan terumbu karang sangat penting, termasuk upaya baru yang lebih besar untuk melindunginya.”
Alarm Krisis Global
Kondisi di Great Barrier Reef mencerminkan dampak global perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati laut. Kehancuran terumbu karang tidak hanya berdampak pada ekosistem laut, tetapi juga mengancam mata pencaharian jutaan orang yang bergantung pada sektor perikanan dan pariwisata.
Fenomena ini menjadi peringatan bahwa tindakan nyata dan kolaborasi global diperlukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Jika tidak, “kiamat” ekologis seperti yang terjadi di Great Barrier Reef hanya akan menjadi awal dari krisis lingkungan yang lebih besar.