Bengkulu – Warga Desa Padang Kuas, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu, menghadapi berbagai penderitaan sejak beroperasinya Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) PLTU Teluk Sepang Bengkulu. Salah satu dampak yang dikeluhkan adalah hilangnya suara azan dari Masjid Al-Muhajirin, yang sebelumnya menjadi penanda waktu salat bagi umat Islam di desa tersebut.
“Saat ini kami umat Islam tidak bisa lagi mendengar azan sebagai penanda waktu salat lima waktu. Kami juga kehilangan informasi penting, seperti kabar duka warga,” ungkap Pessi Nopriani, salah seorang warga, dalam mediasi yang digelar Jumat, 27 Desember 2024. Mediasi tersebut mempertemukan Aliansi Peduli Korban PLTU Teluk Sepang dengan PT Tenaga Listrik Bengkulu (PT TLB) dan difasilitasi Dinas ESDM Provinsi Bengkulu.
Mediasi ini merupakan tindak lanjut dari aksi demonstrasi ratusan massa di depan Kantor Gubernur Bengkulu pada Senin, 23 Desember 2024.
Pessi menjelaskan, kerusakan pada pengeras suara Masjid Al-Muhajirin diduga kuat disebabkan oleh radiasi listrik dari tower SUTT PLTU Teluk Sepang yang mulai beroperasi pada 2019. Selain itu, data per 19 November 2024 mencatat 38 keluarga mengalami kerugian total Rp155.685.000 akibat kerusakan 165 unit peralatan elektronik. Kerusakan serupa juga terjadi pada fasilitas umum di kantor desa dan masjid, dengan total kerugian Rp9.248.000.
Tidak hanya materi, warga juga melaporkan dampak kesehatan. Sebanyak 18 orang mengalami berbagai keluhan, seperti sakit kepala, mimisan, nyeri sendi, badan lemas, serta gangguan mata dan pendengaran.
“Dampak psikis juga kami rasakan. Saat hujan disertai petir, kami merasa takut karena khawatir terkena sambaran arus SUTT,” tambah Pessi. Ketakutan ini bahkan memengaruhi kegiatan sehari-hari, seperti menjemput anak-anak sekolah dan pembatalan kegiatan Posyandu balita demi keamanan.
Warga lain, Edi Purwono, mengisahkan bahwa pada saat uji coba SUTT PLTU Teluk Sepang pada 2019, terjadi kerusakan massal pada alat elektronik yang tersambung ke listrik. Insiden serupa kembali terulang pada 2024.
“Selama empat tahun terakhir, kami menderita. Kami menuntut PT TLB untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan barang elektronik dan memindahkan tower SUTT dari wilayah kami,” tegas Edi.
Sementara itu, HRD Engineer PT TLB, Zulhelmi Burhan, membantah tudingan warga. Menurutnya, operasional tower SUTT telah memenuhi standar operasional dan mendapatkan persetujuan pemerintah.
Namun, Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, Donni Swabuana, menegaskan perlunya pengecekan langsung di Desa Padang Kuas untuk memastikan kebenaran keluhan warga. “Jadwal pengecekan bersama akan ditentukan berdasarkan komunikasi antara warga, PT TLB, dan Dinas ESDM,” ujarnya.
Mediasi ini dihadiri oleh berbagai pihak yang tergabung dalam Aliansi Peduli Korban PLTU Teluk Sepang, termasuk warga Desa Padang Kuas, Kelurahan Teluk Sepang, Komunitas Merawat Nalar, UKM Seni Senar UMB, BEM FISIP UNIB, BEM UNIB, BEM UMB, dan HMI Komisariat Syariah Cabang Bengkulu.
Dengan adanya rencana pengecekan langsung, warga berharap solusi konkret dapat segera diambil untuk mengakhiri penderitaan mereka.