Kota Bengkulu – Sekolah Energi Bersih (SEB) Jilid 2 resmi berakhir setelah dua tahun berjuang untuk mengedukasi masyarakat tentang krisis iklim dan pentingnya beralih ke energi bersih. Dalam acara penutupan tersebut, 23 penggerak muda yang tergabung dalam program ini diwisuda sebagai simbol keberhasilan perjuangan mereka.
SEB yang digagas oleh sejumlah pelajar dari berbagai sekolah di Kota Bengkulu, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai krisis iklim dan dampak penggunaan energi kotor, terutama batubara. Program ini juga menuntut agar negara segera beralih ke energi bersih yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Tujuan kami adalah mengajak masyarakat dan negara untuk bergerak bersama, beralih dari energi kotor ke energi bersih yang adil dan berkelanjutan,” ujar Hendra Ahmad Wijaya, salah satu anggota Darma Darani, kelompok penggerak dalam program ini.
Para peserta program SEB, yang terdiri dari siswa SMA hingga mahasiswa, mengorganisir berbagai kegiatan seperti roadshow, konser energi muda, pembuatan konten, dan kampanye di media sosial. Mereka juga menggelar diskusi tematik dan study trip untuk mendalami isu-isu terkait energi bersih dan krisis iklim.
Namun, tantangan terbesar dalam perjalanan mereka adalah mengedukasi publik dan mendapatkan dukungan luas, terutama dalam mengkampanyekan penutupan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. “Banyak orang yang takut atau belum paham betul tentang ancaman krisis iklim. Mengajak mereka untuk bergerak memang tidak mudah,” kata Hosani, Manager Sekolah Energi Bersih dari Kanopi Hijau Indonesia.
Meskipun menghadapi berbagai hambatan, perjuangan para penggerak energi muda ini tetap berjalan dengan penuh semangat. Pada akhir acara, mereka merayakan pencapaian tersebut dengan pemasangan pembangkit listrik tenaga energi bersih di SMA Sint Carolus sebagai simbol kontribusi mereka terhadap gerakan energi bersih.
Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, mengungkapkan, “Melalui pemasangan ini, kami ingin menyampaikan pesan kepada negara bahwa saatnya untuk berhenti bermain-main dengan krisis iklim. Praktik energi kotor seperti PLTU batubara harus segera dihentikan.”
Ali juga mengkritik solusi seperti co-firing dan penggunaan teknologi penangkapan karbon yang dianggapnya sebagai solusi palsu yang tidak cukup untuk mengatasi krisis iklim.
Ali menegaskan bahwa satu-satunya solusi yang efektif adalah pensiun dini PLTU batubara, agar dampak buruknya terhadap pangan, air, dan sosial tidak semakin parah. “Jika kita tidak bergerak sekarang, krisis pangan dan krisis air akan semakin menghantui kita semua,” tegasnya.
Melalui Sekolah Energi Bersih, para penggerak muda ini telah menunjukkan komitmen mereka dalam perjuangan melawan krisis iklim, dan kini mereka siap melanjutkan langkah-langkah konkret untuk masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.