Bengkulu – Kanopi Hijau Indonesia (KHI) berkolaborasi dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Bengkulu meluncurkan program Sekolah Energi Bersih (SEB) Jilid 3. Program ini menjadi ruang edukasi dan aksi nyata untuk mendorong transisi energi terbarukan yang adil dan berkelanjutan, dengan melibatkan generasi muda dan komunitas sebagai aktor utamanya.

Sebelumnya, program SEB telah berhasil memasang pembangkit energi terbarukan berupa panel surya di SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu (SEB Jilid 1), serta kombinasi panel surya dan turbin angin di SMA Sint Carolus Kota Bengkulu (SEB Jilid 2).

Peluncuran SEB Jilid 3 kali ini mengusung tema “Daulat Energi bagi Masyarakat Adat,” yang menandai dimulainya rangkaian kegiatan pendidikan publik tentang energi bersih dan urgensi transisi energi. Program ini juga menggalang dukungan publik melalui donasi untuk pengadaan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, yang akan dipasang di Pusat Studi AMAN Bengkulu.

Acara peluncuran SEB Jilid 3 yang digelar di Pusat Studi AMAN Bengkulu diisi dengan dialog bertema “Transisi Energi dari Bumi Adat: Gerakan Kolektif Menuju Keadilan Iklim,” menghadirkan empat narasumber: Ketua Kanopi Hijau Indonesia Ali Akbar, Pengurus Dewan Nasional AMAN Deff Tri Hardianto, Kepala SMA Sint Carolus Bengkulu Sulistyanta, serta Kepala SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu Sutanpri.

Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar, menyatakan bahwa program SEB adalah bentuk nyata perlawanan terhadap proyek-proyek energi kotor, khususnya PLTU batubara, dengan mewujudkan transisi energi melalui kekuatan masyarakat.

“Krisis iklim yang melanda planet bumi tidak bisa lagi dihadapi dengan tindakan biasa-biasa saja. Harus ada aksi revolusioner dari publik, dan Sekolah Energi Bersih ini adalah salah satu bentuk aksinya,” tegas Ali.

Sejak 2018, Kanopi Hijau Indonesia aktif berkolaborasi dengan berbagai pihak, menggalang dukungan masyarakat untuk mempercepat transisi energi berbasis komunitas.

Sementara itu, anggota Dewan Nasional AMAN, Deff Tri Hardianto, menekankan bahwa komunitas adat merupakan kelompok yang paling rentan terdampak krisis iklim. Karena itu, AMAN Bengkulu melibatkan 76 komunitas adat di Provinsi Bengkulu dalam kolaborasi SEB Jilid 3 ini.

Deff menjelaskan bahwa pembangkit energi terbarukan yang dipasang di Sekretariat AMAN Bengkulu akan menyediakan listrik untuk pusat pendidikan masyarakat adat. Pembangkit ini tidak hanya mendukung kegiatan pelestarian budaya, tetapi juga menjadi laboratorium energi bersih, contoh nyata transisi energi adil dan berkelanjutan, serta mendukung produksi konten lokal berbasis komunitas adat.

Kepala SMA Sint Carolus Bengkulu, Sulistyanta, membagikan kisah sukses implementasi SEB Jilid 2 di sekolahnya pada Oktober 2024. Pemasangan panel surya dan turbin angin telah menyuplai energi untuk aula pertemuan, ruang tata usaha, komputer, AC, CCTV, hingga bel sekolah.

“Kami juga mengedukasi siswa tentang pentingnya energi terbarukan dengan membawa mereka berkunjung langsung ke sumber listrik tenaga air di PLTA Musi,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu, Sutanpri, menceritakan keberhasilan SEB Jilid 1 pada 2020, di mana panel surya dipasang untuk menerangi laboratorium komputer dan area taman sekolah.

Baru saja mengikuti pertemuan komunitas energi terbarukan di Brasil pada April 2025, Sutanpri menegaskan pentingnya menjadikan tenaga surya sebagai sumber energi utama.

“Selama ini kita masih menganggap tenaga surya sebagai alternatif, padahal seharusnya menjadi sumber utama. Dunia sudah bergerak, saatnya kita bertindak serius mengakhiri ketergantungan pada energi fosil,” ujarnya.

Peluncuran SEB Jilid 3 juga dimeriahkan dengan kehadiran komunitas adat, mahasiswa, pemuda, dan pelajar. Terdapat stan energi bersih yang memberikan informasi mengenai bahaya energi kotor serta urgensi transisi energi, dan stan komunitas adat yang menampilkan perjuangan masyarakat adat Bengkulu.

Peserta peluncuran diajak menuliskan harapan mereka terkait transisi energi pada media yang disediakan, serta diajak menyaksikan pembuatan gelang tradisional khas Seluma dari tanaman resam dan mengenal lebih dekat berbagai barang tradisional masyarakat adat.

Di tengah krisis iklim global dan penggunaan energi kotor yang makin masif, tidak ada alasan lagi untuk menunda transisi energi. Penderitaan masyarakat akibat dampak buruk energi batubara sudah terlalu lama dibiarkan.

SEB diharapkan menjadi aksi nyata dalam menghadapi krisis iklim, dengan masyarakat adat sebagai garda terdepan dalam mengampanyekan transisi energi yang baru, adil, dan berkelanjutan. Acara peluncuran ditutup dengan pertunjukan musik dan hiburan.