Arab Saudi – Senator Apt. Destita Khairilisani, S.Farm., MSM melakukan kunjungan kerja ke Kantor Teknis Urusan Haji (KTUH) Madinah, Kementerian Agama RI di Arab Saudi pada Jumat (18/7) waktu setempat. Kunjungan ini dalam rangka meninjau kesiapan layanan bagi jemaah haji Indonesia, terutama jelang kedatangan jemaah gelombang pertama ke Kota Madinah yang dimulai pada 2 Mei mendatang.
“Persiapan di Madinah penting untuk memastikan layanan berjalan baik, apalagi ini jadi tempat adaptasi suhu sebelum jemaah masuk ke Mekah,” ujar Senator Destita.
Dalam kunjungan Komite III DPD RI tersebut, Senator Destita mendapat penjelasan langsung dari perwakilan KTUH mengenai tantangan teknis yang dihadapi di Madinah. Salah satunya terkait potensi perubahan jadwal penerbangan, yang dapat berdampak pada penyesuaian hotel dan katering.
“Di Madinah, satu kloter bisa mengalami perpindahan hotel karena sistem sewa hotel berdasarkan “blocking time” selama 8–10 hari, berbeda dengan Mekah,” terangnya.
Senator Destita juga melihat langsung pengawasan terhadap penyediaan makanan di Arab Saudi. Di Madinah, terdapat 21 dapur katering yang melayani lebih dari 200.000 jemaah.
Nantinya makanan diantarkan menggunakan kendaraan khusus pemanas untuk menjaga suhu makanan tetap di atas 60 derajat Celsius. Jika suhu makanan tidak memenuhi standar, bahkan hanya 40 derajat, otoritas Arab Saudi tidak segan-segan membuangnya.
“Kalau sudah dapat izin penyajian, berarti katering tersebut sudah memenuhi spesifikasi ketat, termasuk suhu makanan. Ini penting untuk kesehatan jemaah,” Destita mengiyakan.
Tahun ini, lanjut Senator, dari total 203.320 jemaah haji Indonesia, sebanyak 10.166 masuk kategori lansia. Pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan pembatasan usia maksimal 90 tahun untuk jemaah haji.
Selain itu, meskipun belum tertulis secara resmi, sistem visa sudah otomatis menolak aplikasi jemaah di atas usia tersebut sehingga menjadi atensi Pemerintahan Indonesia. Karenanya, pemerintah Indonesia tengah melakukan pendekatan agar pembatasan kuota usia 70–90 tahun yang dibatasi 7% (sekitar 10 ribu orang) dapat direvisi. Pasalnya, sekitar 17 ribu jemaah lansia dalam kelompok usia tersebut sudah melunasi biaya haji.
“Dengan jumlah yang ada, kita mendorong kebijakan haji ramah lansia dengan penyediaan layanan khusus, termasuk layanan kesehatan dan mobilisasi,” kata Destita.
Lebih lanjut, sejak dua tahun terakhir, penyediaan layanan kesehatan di Madinah dilakukan bekerja sama dengan otoritas lokal. Klinik sektor hanya berfungsi sebagai tempat transit sebelum pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan resmi di bawah otoritas Arab Saudi. Klinik Indonesia di Madinah saat ini bersifat mobile dan dijalankan oleh petugas lokal.
Transportasi menuju Masjid Nabawi juga menjadi perhatian. Destita melihat mobilitas tinggi dan sempitnya waktu singgah bus membuat jemaah diimbau untuk tidak sering pulang-pergi dari hotel ke masjid, terutama para lansia dan ibu-ibu.
Selain itu juga persoalan slot penerbangan. Keterlambatan jadwal atau pengalihan penerbangan dari Jeddah ke Madinah dapat menyebabkan pembengkakan anggaran dan menuntut pencarian hotel serta konsumsi tambahan secara mendadak. Tahun lalu, hal ini menelan biaya tambahan hingga Rp40 miliar.
“Dengan segala kompleksitas ini, penting untuk memastikan semua pihak—baik pemerintah, penyedia layanan, maupun jemaah—memahami tantangan dan bekerja sama menghadapinya,” pungkas Destita.