Bengkulu – Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Juanda, SH, MH, menegaskan bahwa setiap tahapan dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) wajib menjunjung tinggi asas-asas pemilu yang jujur, adil, dan transparan, serta harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang tentang Pilkada dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), selama PKPU tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

“Setiap tindakan dalam tahapan proses pilkada harus mentaati asas-asas pemilu dan regulasi yang berlaku. Jika ada dugaan pelanggaran, apalagi jika didukung oleh bukti hukum yang sah, maka wajib diselidiki dan diproses secara hukum,” ujar Prof. Juanda dalam pernyataannya kepada media, Rabu (24/4).

Ia menambahkan bahwa dugaan pelanggaran bisa berbentuk tindak pidana Pilkada, pelanggaran administrasi, atau bahkan pelanggaran hukum perdata, tergantung pada sifat dan dampak perbuatannya.

Pernyataan ini disampaikan Prof. Juanda menanggapi pertanyaan wartawan terkait isu dugaan penghadangan terhadap Calon Wakil Bupati Bengkulu Selatan, Ii Sumirat, oleh oknum dari salah satu tim pendukung pasangan calon tertentu, pada H-1 sebelum pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang digelar pada 19 April 2025 lalu.

“Jika benar ada tindakan penghadangan yang dilakukan dengan tujuan politik untuk menjatuhkan kredibilitas calon dan menurunkan simpati publik terhadap pasangan calon nomor urut 02, tentu harus ada pembuktian hukum yang kuat,” kata Prof. Juanda.

Ia menekankan bahwa pasangan calon yang merasa dirugikan, dalam hal ini pasangan nomor 02, memiliki hak konstitusional untuk menempuh jalur hukum. Selain melaporkan dugaan pidana ke aparat penegak hukum, langkah selanjutnya yang dapat diambil adalah mengajukan permohonan sengketa Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.

“Demi tegaknya kebenaran dan keadilan, siapa pun yang merasa dirugikan dalam PSU Bengkulu Selatan harus berjuang melalui jalur hukum yang tersedia, termasuk Mahkamah Konstitusi,” tutup Prof. Juanda.