Jakarta – Menteri Sosial RI Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menanggapi munculnya petisi penolakan gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto, sebagai hal yang wajar dan bagian dari proses demokrasi.

“Ada yang mendukung, ada yang menolak. Ini sebagai proses pembelajaran bersama. Karena yang diusulkan ini manusia, bukan malaikat. Manusia itu ada lebih dan kurangnya,” ujar Gus Ipul, Sabtu (3/5).

Petisi penolakan tersebut dibuat oleh akun Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto di situs Change.org dengan judul “Tolak Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto!”. Hingga Sabtu (3/5) pukul 18.38 WIB, petisi itu telah ditandatangani oleh 5.751 orang.

Kementerian Sosial kata dia terbuka terhadap dialog publik. “Kami siap berdialog di mana saja,” ucapnya. Gus Ipul menjelaskan usulan gelar pahlawan nasional berasal dari masyarakat melalui kepala daerah.

Nama tokoh akan dikaji oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), lalu diusulkan ke gubernur, diteruskan ke Kemensos, dan diputuskan oleh Dewan Gelar untuk disampaikan ke Presiden.

Soeharto disebut berpeluang mendapatkan gelar pahlawan tahun ini setelah namanya tidak lagi tercantum dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 soal KKN. Namun, penolakan terhadap usulan ini muncul karena rekam jejak Soeharto dinilai bermasalah.

Isi petisi menyebut tiga alasan utama penolakan: pelanggaran HAM berat (termasuk Peristiwa 1965, Penembakan Misterius, dan Tragedi Mei 1998), pelanggaran HAM secara umum, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme selama 32 tahun kekuasaannya.