Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN serta APBD Tahun Anggaran 2025. Kebijakan ini berdampak pada berbagai kementerian/lembaga, termasuk lembaga penyiaran publik seperti Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Juru Bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, dalam keterangannya kepada Tempo menyampaikan bahwa pemotongan anggaran operasional di RRI mencapai hampir sepertiga dari pagu anggaran 2025.
Hal serupa juga terjadi di TVRI. Dampaknya, manajemen kedua lembaga ini harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang mengakibatkan berkurangnya produksi isi siaran serta menambah catatan buruk kondisi ketenagakerjaan media massa di Indonesia pasca digitalisasi.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyoroti dampak negatif kebijakan ini terhadap kualitas layanan media publik. Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida, menyatakan bahwa efisiensi anggaran tersebut akan berimbas pada penurunan kualitas siaran dan produk jurnalistik. PHK massal juga melibatkan jurnalis serta reporter lapangan yang memiliki peran penting dalam penyampaian informasi kepada publik.
Lembaga Penyiaran Publik dan Perannya
UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengamanatkan bahwa lembaga penyiaran publik seperti RRI dan TVRI harus independen, netral, tidak komersial, serta berfungsi memberikan layanan informasi kepada masyarakat. Sejak awal berdirinya, RRI dan TVRI telah berkontribusi dalam menjaga persatuan bangsa, menyediakan informasi pendidikan, serta menjadi kontrol sosial bagi masyarakat Indonesia.
Nany Afrida menambahkan bahwa banyak masyarakat, terutama di wilayah terpencil dan pedesaan, masih sangat bergantung pada informasi dari RRI dan TVRI. Pengurangan layanan dari kedua lembaga ini berpotensi meningkatkan kesenjangan informasi dan membuka ruang bagi penyebaran berita bohong atau misinformasi.
Kritik terhadap Kebijakan Pemotongan Anggaran
Keputusan penghematan anggaran oleh Presiden Prabowo dinilai tidak seharusnya dilakukan secara merata kepada seluruh kementerian/lembaga. Negara-negara maju seperti Jerman dan Inggris tetap menjaga anggaran bagi lembaga penyiaran publik guna memastikan kualitas informasi yang diterima oleh masyarakat tetap terjaga.
“Layanan informasi yang berkualitas merupakan bagian dari hak asasi manusia,” tegas Nany.
Komitmen Presiden Prabowo terhadap peningkatan warga terdidik melalui media publik juga dipertanyakan. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan tujuan memperkuat demokrasi yang sehat. AJI menegaskan bahwa anggaran untuk RRI dan TVRI selama ini sudah relatif kecil, dan para jurnalisnya bahkan menerima upah di bawah Upah Minimum Regional (UMR), terutama di daerah.
Tuntutan AJI Indonesia
Menanggapi situasi ini, AJI Indonesia mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah dan manajemen RRI/TVRI:
- Peninjauan Kembali Kebijakan Pemangkasan Anggaran – Meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan pemangkasan anggaran yang berdampak pada PHK massal kontributor RRI dan TVRI, dengan mempertimbangkan peran strategis mereka dalam penyampaian informasi kepada publik.
- Pemulihan Hak dan Kesejahteraan Pekerja – Menuntut pemulihan hak-hak dan kesejahteraan pekerja yang terdampak PHK, termasuk kompensasi yang layak serta dukungan transisi ke pekerjaan lain.
- Transparansi dalam Proses Pengambilan Keputusan – Mendorong keterbukaan dalam proses pemangkasan anggaran dan PHK, serta melibatkan perwakilan pekerja dalam pembahasan kebijakan tersebut.
Dampak PHK terhadap Publik dan Kontributor
PHK massal di RRI dan TVRI berpotensi menurunkan kualitas serta kuantitas konten siaran, yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Di daerah terpencil, minimnya kontributor dapat menyebabkan kesenjangan informasi antara perkotaan dan pedesaan.
Selain itu, bagi para pekerja yang kehilangan mata pencahariannya, dampak ekonomi dan sosial juga menjadi tantangan berat. Banyak keluarga kontributor akan mengalami kesulitan ekonomi, serta tekanan psikologis akibat ketidakpastian pekerjaan.
Masa Depan Pendanaan RRI dan TVRI
Belajar dari kebijakan pemotongan anggaran ini, AJI Indonesia menilai bahwa RRI dan TVRI perlu memiliki strategi pendanaan yang lebih mandiri, di luar ketergantungan terhadap APBN. UU No. 32 Tahun 2002 telah membuka peluang bagi sumber pendanaan alternatif, seperti iuran publik dan sumbangan masyarakat. Oleh karena itu, manajemen RRI dan TVRI didorong untuk memperkuat kepercayaan masyarakat melalui penyediaan konten berkualitas.
Sebagai langkah ke depan, Dewan Pengawas RRI dan TVRI perlu aktif berdialog dengan masyarakat guna membangun dukungan yang lebih luas terhadap media layanan publik. RRI dan TVRI bukan sekadar media pemerintah, tetapi merupakan lembaga penyiaran yang memiliki mandat untuk melayani kepentingan publik secara luas.