Jakarta – Peneliti Formappi Lucius Karus mendukung Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan money politik saat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua dari Kelompok DPD untuk Pimpinan MPR periode 2024=2029.
“Saya kira sih kita tentu perlu mendukung setiap upaya untuk membongkar korupsi yang dilakukan oleh siapapun termasuk yang diduga terjadi pada proses pemilihan pimpinan DPD maupun pimpinan MPR dari kelompok DPD,” tegas Lucius kepada wartawan, Sabtu (8/3/2025).
Karena sudah dilaporkan ke KPK, Lucius pun berharap KPK menindaklanjuti prosesnya jika bukti yang dimiliki KPK memang meyakinkan untuk diproses lebih lanjut.
Lucius berpandangan, kalau soal apakah suap ataupun money politik itu mungkin dilakukan dalam skenario pemilihan pimpinan DPD dan kelompok DPD untuk pimpinan MPR peluangnya terbuka karena diketahui anggota DPD sebagai pemilihan dan calon pimpinan mungkin belum cukup mengenal satu dengan yang lain.
“Calon pimpinan yang muncul kan tak punya ruang untuk meyakinkan anggota lainnya agar memilih dia. Jika Calon pimpinan bernafsu untuk menang, maka mungkin saja jalan melalui suap atau money politik bisa dilakukan,” kata Lucius.
Oleh karena itu, Lucius menilai masuk akal saja jika muncul dugaan kasus suap dalam proses pemilihan pimpinan DPD maupun kelompok DPD untuk pimpinan MPR, walau kebenarannya menunggu sampai ada proses pengujian awal dari KPK.
“Kita tunggu saja sih sambil berharap penegak hukum serius memperhatikan kasus ini,” ujarnya.
Lucius pun menegaskan, KPK pun tak perlu ragu lagi jika memang ada alat bukti yang kuat dan menyakinkan jika perlu memanggil pimpinan DPD maupun wakil Ketua MPR dari kelompok DPD untuk diperiksa.
“Itu sih kewenangan KPK sesuai dengan alat bukti yang ada. Mestinya sih karena soal suap pemilihan pimpinan, ya maka pimpinannya akan.dipanggil,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, M Fithrat Irfan, seseorang yang mengaku sebagai mantan staf di DPD RI melaporkan dugaan suap ke KPK. Irfan datang ke KPK bersama kuasa hukumnya, Aziz Yanuar. Dia mengaku melaporkan mantan bosnya berinisial RAA yang merupakan senator dari Sulawesi Tengah.
“Saya melaporkan salah satu anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, inisialnya RAA, indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang yang ada, yang anggota dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya,” kata Irfan.
Irfan mengatakan satu anggota DPD RI dijatah USD 13 ribu yang dimaksudkan agar memberikan suara untuk pemilihan Ketua DPD RI serta Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI. Uang itu berasal dari pihak yang ingin memenangkan pemilihan Ketua DPD RI.
“Untuk Ketua DPD RI itu ada nominal USD 5.000 per orang dan untuk Wakil Ketua MPR itu ada USD 8.000. Jadi ada USD 13 ribu total yang diterima oleh (mantan) bos saya. (Mantan) bosnya satu di antara 95 (orang) yang diterima,” kata Irfan.
“Transaksinya itu door to door ke kamar-kamar ya dari anggota dewan itu. Jadi uang itu ditukarkan dengan hak suara mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini. Memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD,” imbuhnya
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan KPK masih melakukan verifikasi laporan dugaan suap pemilihan Ketua DPD periode 2024-2029. KPK mengatakan setiap laporan bakal ditindaklanjuti setelah melalui proses verifikasi.
“Sekarang tahapannya sedang diverifikasi dan divalidasi oleh tim dari PLPM yang menerima pengaduan. Nah, manakala itu kemudian nanti dipresentasikan untuk bisa menentukan apakah bisa ditingkatkan ke tahap selanjutnya,” katanya. (*)