Arab Saudi – Senator Bengkulu, Apt Destita Khairilisani S.Farm., MSM., mendorong Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) untuk berperan aktif dalam memberikan perlindungan bagi 1,8 juta jemaah haji Indonesia.

Hal itu Ia tegaskan dalam kunjungan kerja Komite III DPD RI ke Arab Saudi, dalam rangka pengawasan persiapan ibadah haji 2025, Senin (14/4). Kunjungan kerja ini disambut Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah, Arab Saudi, Yusron B Ambary.

“Perlindungan terhadap jemaah jangan hanya bersifat administratif namun juga memberikan pendampingan hukum, pengawasan keselamatan, dan layanan kesehatan selama musim haji berlangsung,” ujar Destita.

Destita meminta pengawasan tidak cukup hanya dilakukan di Tanah Suci, namun mulai tahapan persiapan di dalam negeri seperti pendaftaran, pelatihan, dan pemeriksaan kesehatan – terutama bagi jemaah lanjut usia – juga harus diawasi secara menyeluruh.

“Jangan kejadian kecelakaan yang melibatkan jemaah umrah, atau pun kondisi jemaah Indonesia yang sakit seperti beberapa waktu lalu terjadi di kemudian hari,” jelas Destita.

Selain aspek pelayanan, DPD RI juga memberi perhatian terhadap pengelolaan dana haji oleh BPKH. Destita menekankan perlunya transparansi dan efisiensi agar biaya haji tidak membebani jemaah namun tetap menjamin kualitas pelayanan.

Dalam pertemuan tersebut, ia juga mengusulkan pentingnya kampanye edukatif secara nasional untuk membedakan antara haji resmi dan ilegal. Langkah ini dinilai penting guna mencegah penipuan oleh travel tidak berizin yang kerap menjerat masyarakat.

“Edukasi harus dilakukan secara masif agar masyarakat tidak terjebak calo atau travel bodong dan terlantar di Tanah Suci,” jelasnya.

Senator Destita juga meminta agar KJRI menjalin kerja sama erat dengan otoritas Arab Saudi untuk meningkatkan kualitas layanan seperti toilet, tempat istirahat, dan fasilitas kesehatan. Apalagi hal ini sekaligus sebagai upaya menyambut visi Arab Saudi sebagai pusat destinasi religi dan wisata dunia pada 2030.

Perlunya sinergi antara KJRI, pemerintah Indonesia, dan otoritas Arab Saudi dalam mengantisipasi berbagai potensi risiko. Langkah ini dianggap krusial, tidak hanya untuk suksesnya haji 2025, tetapi juga untuk menyiapkan sistem layanan haji yang lebih baik menuju 2030.

“Kami ingin pastikan pelayanan terhadap jemaah Indonesia benar-benar optimal,” pungkasnya.